Jumat, 21 Februari 2014

TREND DAN ISU KEPERAWATAN JIWA PERAN PERAWAT DALAM TERAPI ECT



BAB II
LANDASAN TEORI

A.    PERAN PERAWAT
1.      Pengertian
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian  integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan  biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Hidayat, 2004).
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati (Bagolz, 2010).
Menurut Barbara (1995) peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan Universitas  Universitas Sumatera  Sumatera Utara Utarabersifat stabil.
Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu (Lailia, 2009).
Peran perawat  adalah merupakan tingkah laku  yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kependudukan dalam system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan (Hidayat, 2007).
Peran perawat menurut konsorsium ilmu ilmu kesehatan tahun 1989  dalam Hidayat (2007) terdiri dari:
a.       Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan.
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar dapat direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
6
 
b.      Peran sebagai advokat.
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberian pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya. Hak atas Universitas  Universitas Sumatera  Sumatera Utara Utaraprivasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
c.       Peran edukator.
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam  meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.
d.      Peran coordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
e.       Peran kolaborator
Peran perawat disini dilakukan kerana perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
f.       Peran konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informais tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

B.     ELECTRO CONVULSIVE TERAPY (ECT)
1.      Pengertian  
ECT (Electro Confulsive Terapy) adalah tindakan dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik (Sujono, 2009). Sedangkan menurut Tomb (2004)  Electro Convulsive Therapy adalah sah meskipun keburukan ECT tidak dapat dibenarkan. Walaupun mekanisme terapi lain atau pada keadaan yang tidak diobati: 0,01    0,03% dari pasien yang diterapi, terbanyak akibat serangan jantung.
Terapi elektrokonvulsif menginduksi kejang grand mal secara buatan dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau kedua pelipis (Stuart, 2007).
Menurut Townsend (1998)  Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup untuk menimbulkan kejang gran mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai.
Terapi Kejang Listrik adalah suatu terapi dalam ilmu psikiatri yang dilakukan dengan cara mengalirkan listrik melalui suatu elekktroda yang ditempelkan di kepala penerita sehingga menimbulkan serangan kejang umum (Mursalin, 2009).
Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang terapeutik tercapai (Taufik, 2010).
Terapi kejang listrik merupakan alat elektrokonvulsi yang mengeluarkan listrik sinusoid dan ada yang meniadakan satu fase dari aliran sinusoid itu sehingga pasien menerima aliran listrik (Maramis, 2004).
Tujuan terapi ECT Untuk menyebabkan  kejang klonik terapeutik yang kejang klonik terapeutik yang berlangsung selama minimal 15 detik. Berlangsung selama minimal 15detik.
2.      Indikasi Terapi ECT
a.       Pasien dengan penyakit depresif mayor yang tidak berespon terhadap antidepresan atau yang tidak dapat meminum obat (Stuard, 2007). Menurut Tomb (2004) gangguan afek yang berat: pasien dengan gangguan bipolar, atau depresi menunjukkan respons yang baik dengan ECT. Pasien dengan gejala vegetatif yang jelas cukup berespon. ECT lebih efektif dari antidepresan untuk pasien depresi dengan gejala psikotik. Mania juga memberikan respon yang baik pada ECT, terutama jika litium karbonat gagal untuk mengontrol fase akut.
b.      Gangguan afek yang berat : pasien dengan penyakit depresi berat atau penyakit mental lainnya dan gangguan bipolar (mania) yang tidak berespon terhadap obat anti depresan atau pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat karena cukup beresiko (terutama pada orang tua yang memiliki kondisi medis).
c.       ECT adalah salah satu cara tercepat untuk mengurangi gejala pada orang yang menderita mania atau depresi berat. ECT umumnya digunakan sebagai langkah terakhir ketika penyakit tidak merespon obat atau psikoterapi. Pasien dengan depresi menunjukkan respons yang baik dengan ECT 80-90% dibandingkan dengan antidepresan 70% atau lebih). Terapi ECT biasanya tidak efektif untuk mengobati depresi yang lebih ringan, yaitu gangguan disritmik atau gangguan penyesuaian dengan perasaan alam depresi.
d.      Pasien dengan bunuh diri akut yang cukup lama tidak menerima pengobatan untuk mencapai efek terapeutik (Stuart, 2007). Menurut Tomb (2004), pasien bunuh diri yang aktif dan tidak mungkin menunggu antidepresan bekerja.
e.       Ketika efek samping Electro Convulsive Therapy yang diantisipasi kurang dari efek samping yang berhubungan dengan blok jantung, dan selama kehamilan (Stuart, 2007).
f.       Gangguan skizofrenia: skizofrenia katatonik tipe stupor atau tipe excited memberikan respons yang baik dengan ECT. Cobalah antipsikotik terlebih dahulu, tetapi jika kondisinya mengancam kehidupan (delyrium hyperexcited), segera lakukan ECT. Pasien psikotik akut (terutama tipe skizoaktif) yang tidak berespons pada medikasi saja mungkin akan membaik jika ditambahkan ECT, tetapi pada sebagian besar skizofrenia (kronis), ECT tidak terlalu berguna (Tomb, 2004).
3.      Kontraindikasi
ECT kurang efektif untuk mania dan kurang unggul dibandingkan terapi obat dalam skizofrenia, kecuali bila gejala depresi menonjol.
Pertimbangkan resiko prosedur dengan bahaya yang akan terjadi jika pasien tidak diterapi. Penyakit neurologik bukan suatu kontraindikasi.
a.       Resiko sangat tinggi:
1)      Peningkatan tekanan intrakranial (karena tumor otak, infeksi sistem saraf pusat), ECT dengan singkat meningkatkan tekanan SSP dan resiko herniasi tentorium.
2)      Infark miokard: ECT sering menyebabkan aritmia berakibat fatal jika terdapat kerusakan otot jantung, tunggu hingga enzim dan EKG stabil.
b.      Resiko sedang:
1)      Osteoatritis  berat, osteoporosis, atau fraktur yang baru, siapkan selama terapi (pelemas otot) dan ablasio retina.
2)      Penyakit kardiovaskuler (misalnya hipertensi, angina, aneurisma, aritmia), berikan premedikasi dengan hati-hati, dokter spesialis jantung hendaknya ada disana.
3)      Infeksi berat, cedera serebrovaskular, kesulitan bernafas yang kronis, ulkus peptik akut, feokromasitoma (Tomb, 2004).
4.      Jenis-Jenis ECT
Jenis ECT ada dua macam: ECT Konvensional dan ECT Pre-medikasi
a.       ECT konvensional ini menyebabkan timbulnya kejang pada pasien sehingga tampak tidak manusiawi.Terapi konvensional ini di lakukan tanpa menggunakan obat-obatan anastesi seperti pada ECT premedikasi.
b.      ECT pre-medikasi
Terapi ini lebih manusiawi dari pada ECT konvensional, karena pada terapi ini di berikan obat-obatan anastesi yang bisa menekan timbulnya kejang yang terjadi pada pasien.
5.      Keuntungan dan Kerugian ECT
a.       Keuntungannya
ECT menghasilkan respon yang lebih cepat dibandingkan dengan antidepresi, tetapi banyak keuntungan ini hilang dalam satu atau dua bulan. ECT tetap menjadi terapi terbaik bagi pasien yang mencoba bunuh diri karena depresi berat dengan gejala psikotik.
            Efektifitas ECT dalam mengobati pasien dengan gangguan jiwa karena adanya peningkatan sensitivitas reseptor terhadap neurotransmitter. ECT meningkatkan pergantian dopamin, serotonin dan meningkatkan pelepasan norepineprin dari neuron-neuron ke reseptor. ECT juga akan menstimulasi pelepasan serotonin.
      Pada depresi terjadi gangguan neurotrasmitter otak yaitu penurunan dopamin, serotonin dan norepineprin. Dengan ECT penurunan tersebut dapat ditingkatkan, sehingga pasien depresi dapat disembuhkan dengan pemberian ECT. ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik. Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek.
b.      Kerugian:
      Tidak ada kejelasan  mengapa ECT bisa menghasilkan sikap yang negatif. Salah satu faktor mungkin karena sikap fanatik kita, yaitu sikap jijik untuk melakukan tindakan biologis tertentu. Kejang –kejang, seperti muntah adalah bukan sesuatu suka kita tonton. Mungkin ada faktor evaluasi.  Kejang-kejang dan muntah, dapat mengindikasikan sebagai penyakit yang mungkin dapat menular.  Masyarakat secara genetis diprogramkan untuk takut dan menghindari situasi seperti itu. Kita menghindari berdiskusi  topik kejang-kejang karena beberapa orang yang menderita epilepsy kurang setuju dengan terapi ECT.
      ECT sebagai alat terapi orang yang mengalami gangguan jiwa karena banyak efek samping yang ditimbulkan seperti yang Patah tulang vertebra, Kehilangan memori dan kekacaun mental sememtara, Dislokalisasi sendi rahang, Amnesia, Nyeri kepala, bahkan samapi kematian. Risiko yang ditimbulkan juga cukup berbahaya seperti kerusakan otak, kematian dan kehilangan memori permanen. Dari segi etik juga tidak etis memperlakukan manusia seperti hewan percobaan walaupun dibilang cukup efektif untuk terapi gangguan kejiwaan tapi sangat kurang etis, apalagi untuk budaya kita.

C.     PERSIAPAN ALAT
1.      Perlengkapan dan peralatan terapi, termasuk pasta dan gel elektroda, bantalan kasa, alkohol, saling,elektroda elektroensefalogram (EEG), dan kertas grafik.
2.      Peralatan untuk memantau, termasuk elektrokardiogram (EKG) dan elektroda EKG.
3.      Manset tekanan darah, stimulator saraf perifer, dan oksimeter denyut nadi.
4.      Stetoskop.
5.      Palu reflex.
6.      Peralatan intravena.
7.      Penahan gigitan dengan wadah individu.
8.      Pelbet dengan kasur yang keras dan bersisi pengaman serta dapat meninggikan bagian kepala dan kaki.
9.      Peralatan penghisap lender.
10.  Peralatan ventilasi, termasuk slang, masker,  ambu bag, peralatan jalan nafas oral, dan peralatan intubasi dengan sistem pemberian oksigen yang dapat memberikan tekanan oksigen positif. Obat untuk keadaan darurat dan obat lain sesuai rekomendasi staf anastesi (Stuart, 2007).

D.    PERSIAPAN PASIEN
1.      Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang akan dilakukan.
2.      Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT
3.      Siapkan surat persetujuan
4.      Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT
5.      Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin dipakai klien
6.      Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi
7.      Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT
8.      Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif-hipnotik, dan antikonvulsan harus dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan beberapa hari sebelumnya karena berisiko organik.
9.      Premedikasi dengan injeksi SA (sulfa atropin) 0,6-1,2 mg setengah jam sebelum ECT. Pemberian antikolinergik ini mengembalikan aritmia vagal dan menurunkan sekresi gastrointestinal.

E.     PROSEDUR PELAKSANAAN
Menurut pendapat  Stuart (2007) berikut prosedur pelaksanaan terapi kejang listrik:
1.      Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur.
2.      Dapatkan persetujan tindakan.
3.      Pastikan status puasa pasien setelah tengah malam.
4.      Minta pasien untuk melepaskan perhiasan, jepit rambut, kaca mata, dan alat bantu pendengaran. Semua gigi palsu dilepaskan, tambahan gigi parsial dipertahankan.
5.      Pakaikan baju yang longgar dan nyaman.
6.      Kosongkan kandung kemih pasien.
7.      Berikan obat praterapi.
8.      Pastikan obat dan peralatan yang diperlakukan tersedia dan siap pakai.
9.      Bantu pelaksanaan ECT.
a.       Tenangkan pasien.
b.      Dokter atau ahli anastesi memberikan oksigen untuk menyiapkan pasien bila terjadi apnea karena relaksan otot.
c.       Berikan obat.
d.      Pasang spatel lidah yang diberi bantalan untuk melindungi gigi pasien.
e.       Pasang elektroda. Kemudian berikan syok.
10.  Pantau pasien selama masa pemulihan.
Teknik ECT dapat diberikan kepada pasien rawat jalan dan rawat inap. Pasien dan keluarganya harus diberi penjelasan lengkap tentang terapi yang akan dijalankan dan diminta persetujuannya. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dilakukan sesuai keperluan. Kerahasiaan harus terjamin sebelum dan selama terapi serta adanya wajah orang yang dikenal akan bermanfaaat bagi proses pemulihan.
Anastesia seperti biasa harus diberikan hati-hati. Atropin diberikan sebelum terapi, diikuti dengan anestesi intravena. Tiopenton memungkinkan pasien tidur lebih lama dalam fase pemulihan dini, tetapi metoheksin kurang bersifat antikonvulsi dan lebih jarang menyebabkan aritmia jantung. Suatu obat pelemas otot biasanya suksametonium klorida (Scoline) sekitar 50 mg disuntikkan melalui jarum yang sama. Oksigen diberi sebelum dan setelah konvulsi.
Biasanya konvulsi di induksi oleh suatu mesin yang dapat diatur waktunya secara otomatis dan dapat dipilih bentuk gelombangnya. Rangsangan yang diberikan merupakan rangsangan minimum yang diperlukan untuk menimbulkan konvulsi generalisata: biasanya memilki 140 volt selam 0,5 detik. Elektroda bantalan saline digunakan. ECT bilateral dipasang di daerah fronto temporalis. Pada ECT unilateral, elektroda dipasang di pelipis dan processus mastoideus pada sisi yang sama (non dominan). Dominansi bahasa harus dites dengan cermat sebelum terapi dilakukan.




F.      PERAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN ECT
1.      Peran perawat dalam persiapan klien sebelum tindakan ECT
a.       Anjurkan pasien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang akan dilakukan.
b.      Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT.
c.       Siapkan surat persetujuan tindakan.
d.      Klien dipuasakan 4-6 jam sebelum tindakan.
e.       Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut yang mungkin dipakai klien.
f.       Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi.
g.      Klien jika  ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum ECT.
h.      Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif hipnotik, dan antikonvulsan, harus dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan beberapa hari sebelumnya karena beresiko organik.
i.        Premedikasi dengan injeksi SA (sulfatatropin) 0,6-1,2 mg setengah jam sebelum ECT. Pemberian antikolinergik ini mengendalikan aritmia vagal dan menurunkan sekresi gastrointestinal (Riyadi, 2009).

G.    PERAN PERAWAT SAAT PELAKSANAAN ECT
1.      Secara Konvensional
Pasien diberi penjelasan dan dukungan mental untuk siap menghadapi tindakan yang akandilakukan, perhiasan-perhiasan yang melekat ditubuh dilepaskan, pakaian dilonggarkan dan pasien disuruh berbaring ditempat tidur yang telah disediakan. Melakukan fiksasi pada anggota gerak psien. Bersihkan bagian kepala yang ditempelkan elektroda. Diantara rahang atas dan rahang bawah ditempat gigi yang masih kuat diberi bahan lunak (sepotong kain yang dilipat-lipat) yang disuruh gigit oleh pasien. Perhatikan bahwa bibir atau pipi tidak terjepit. Dagu pasien ditahan supaya mulut tidak terbuka besar pada waktu pase tonik dan klonik.
Ikuti semua gerakan-gerakan yang terjadi pada pasien pada saat kejang tonik-klonik  berlangsung.
2.      Secara Pre-Medikasi
      Pasien diberi pre-medikasi anastesi injeksi atrofin 1-2 cc kurang lebih sampai 1 jam sebelum melakukan anastesi. Pasang INT (semacam wing nedle) dan tensimeter/Pasang elektroda untuk EKG, EEG,ECT. Monitor dicoba dulu (self test) bila elektroda pemasangannya sudah benar, akan terlihat dilayar monitor berhasil (self test passed) bila gagal (failed) letak elektroda harus diperbaiki sampai berhasil. Masukkan obat anastesi 1-2 cc durmikum atau phentotal 4-6 cc (disesuaikan dengan berat badan) melalui INT, aspirasi dulu untuk mengetahui INT buntu atau tidak. Apabila pakai phetanol, cara memasukkan harus pelan-pelan, setiap masuk 1cc aspirasi dulu benar masuk vena atau tidak kemudian baru diteruskan sampai selesai karena kalau tidak masuk ke vena akan menyababkan nekrose jaringan. Naikkan tensimeter diantara 180-200 (paling sedikit 10-20 diatas sistole). Ini dimaksudkan agar obat pelemas otot succinyl choline tidak masuk kebagian distal lengan, sehingga lengan akan tetap kontraksi sebagai kontrol kejang. Masukkan obat pelemas otot succinyl choline 3-4 cc (disesuaikan dengan berat badan ) secara cepat. Perhatikan fasikulasi yang terjadi, beri nafas buatan dengan respirator selama kurang lebih 1-2 fasikulasi hilang. Pasang spatel agar lidah tidak tergigit. Pasien dilepaskan, tidak dipegang sama sekali. Lakuakan ECT dengan monitor, biarkan sampai kejang pada lengan berhenti, setelah kejang berhenti tensimeter diturunkan lagi tapi tidak dilepaskan. Beri nafas buatan kembali sampai pasien dapat bernafas sendiri secara adekuat. Ini dapat dilihat melalui gerakan otot perutnya selama kurang 4-5 menit. Tekanan pada pompa respirator tidak boleh terlalu cepat atau lambat, frekuensi antara 12-20 kali permenit. Setelah pasien sadar, tensimeter, elektroda dan INT dapat dilepas.

H.    PERAN PERAWAT SETELAH ECT
Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan perawat untuk membantu klien dalam masa pemulihan setelah tindakan ECT dilakukan yang telah dimodifikasi dari pendapat Stuart (2007) dan Townsen (1998).
Menurut pendapat Stuart (2007) memantau klien dalam masa pemulihan yaitu dengan cara sebagai berikut:
1.      Bantu pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan.
2.      Pantau tanda-tanda vital.
3.      Setelah pernapasan pulih kembali, atur posisi miring pada pasien sampai sadar. Pertahankan jalan napas paten.
4.      Jika pasien berespon, orientasikan pasien.
5.      Ambulasikan pasien dengan bantuan, setelah  memeriksa adanya hipotensi postural.
6.      Izinkan pasien tidur sebentar jika diinginkannya.
7.      Berikan makanan ringan.
8.      Libatkan dalam aktivitas sehari-hari seperti biasa, orientasikan pasien sesuai kebutuhan.
9.      Tawarkan analgesik untuk sakit kepala jika diperlukan.
Menurut Townsend (1998), jika terjadi kehilangan memori dan kekacauan mental sementara yang merupakan efek samping ECT yang paling umum hal ini penting untuk perawat hadir saat pasien sadar supaya dapat mengurangi ketakutan-ketakutan yang disertai dengan kehilangan memori.
Implementasi keperawatan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      Berikan ketenangan dengan mengatakan bahwa kehilangan memori tersebut hanya sementara.
2.      Jelaskan kepada pasien apa yang telah terjadi.
3.      Reorientasikan pasien terhadap waktu dan tempat.
4.      Biarkan pasien mengatakan ketakutan dan kecemasannya yang berhubungan dengan pelaksanaan ECT terhadap dirinya.
5.      Berikan sesuatu struktur perjanjian yang lebih baik pada aktivitas-aktivitas rutin pasien untuk meminimalkan kebingungan.

I.       PROSEDUR ECT DI RUMAH SAKIT JIWA
1.      Cek tegangan listrik
2.      Cek sambungan kabel
3.      Cek fuse
4.      Cek tombol – tombol
5.      Cek fungsi
Kerja
a.       Hubungkan alat ke sumber listrik
b.      Sambungkan kabel electrode ke alat ECT
c.       Berikan jeli pada permukaan elektrode
d.      Tekan tombol ON untuk menghidupkan alat ECT
e.       Atur density dan intensity sesuai kebutuhan
f.       Tempelkan kedua electrode pada pelipis pasien
g.      Tekan tombol pada electrode dan tahan sampai proses selesai
h.      Bila alat ECT tidak digunakan lagi matikan alat
i.        Bersikan sisa jeli yang masih tersisa dipermukaan elekterode


















BAB III
PEMBAHASAN

Peran perawat  adalah merupakan tingkah laku  yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kependudukan dalam system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan (Hidayat, 2007).
ECT (Electro Confulsive Terapy) adalah tindakan dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik (Sujono, 2009).
Terapi elektrokonvulsif menginduksi kejang grand mal secara buatan dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau kedua pelipis (Stuart, 2007). Electro Convulsif Therapy (ECT) atau yang lebih dikenal dengan elektroshock adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist Italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun 1930. Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek terapi (therapeutic clonic seizure) selama 15 detik. Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami rejatan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum brain-derived neurotrophic factor (BDNF) pada pasien depresi yang tidak responsif terhadap terapi farmakologis.
Menurut Stuart (2007), peran perawat dalam ECT sesuai denga teori meliputi pre dalam pelaksanaan ECT adalah melakukan inform concent sebelum di lakukan ECT, lalukan pemeriksaan fisik dan laboratorium,siapkan surat persetujuan, sebelum tindakan pasien dipuasakan 4-6 jam, mengosongkan kandung kemih dan defekasi, menggunakan obat SA (sulfatatropin) sebelum ECT.
Peran perawat saat pelaksanaan ECT adalah memberikan penjelasan dan dukungan mental untuk siap menghadapi tindakan yang akan dilakukan, perhiasan-perhiasan yang melekat ditubuh dilepaskan, pakaian dilonggarkan dan pasien disuruh berbaring ditempat tidur yang telah disediakan. Melakukan fiksasi pada anggota gerak psien. Bersihkan bagian kepala yang ditempelkan elektroda. Diantara rahang atas dan rahang bawah ditempat gigi yang masih kuat diberi bahan lunak (sepotong kain yang dilipat-lipat) yang disuruh gigit oleh pasien. Perhatikan bahwa bibir atau pipi tidak terjepit. Dagu pasien ditahan supaya mulut tidak terbuka besar pada waktu pase tonik dan klonik.Ikuti semua gerakan-gerakan yang terjadi pada pasien pada saat kejang tonik-klonik  berlangsung. Peran perawat setelah ECT adalah membantu pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan, memantau tanda-tanda vital, setelah pernapasan pulih kembali, atur posisi miring pada pasien sampai sadar,  pertahankan jalan napas paten, Jika pasien berespon, orientasikan pasien, ambulasikan pasien dengan bantuan, setelah  memeriksa adanya hipotensi postural, izinkan pasien tidur sebentar jika diinginkannya, berikan makanan ringan, libatkan dalam aktivitas sehari-hari seperti biasa, orientasikan pasien sesuai kebutuhan, tawarkan analgesik untuk sakit kepala jika diperlukan.
Sedangkan peran perawat di rumah Sakit Jiwa Bangli sebagai berikut: melakukan pengkajian pada pasien yang akan diberikan terapi ECT, mempersiapkan pasien sebelum diberikan terapi ECT, melakukan inform concent dengan pasien dan keluarga, melakukan terapi ECT dengan kolaborasi dengan dokter. Dari penjabaran diatas Peran perawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali dimana peran dalam pemberian terapi ECT sudah sesuai dengan teori yang ada. Terapi ECT yang digunakan di RSJ Provinsi Bali adalah jenis konvensional karena biaya yng lebih murah dan dapat memberi efek kejang. Sedangkan premedikasi memerlukan biaya mahal  dimana obat-obat yang digunakan tidak di tanggung oleh pemerintah, dan tidak menimbulkan efek kejang. Dampak yang terjadi jika terapi konvensional dilakukan melebihi dari 20-30 x akan menyebabkan kerusakan pada sususan saraf otonum dan kematian.
Sebelum melakukan terapi ECT ke pasien, kita perlu juga memperhatikan prosedur pelaksanaan ECT sesuai teori. Di mulai dari pengkajian, persiapan pasien sebelum ECT, sampai pelaksanaan ECT tersebut. Adapun prosedur terapi ECT sesuai teori yang diungkapkan oleh Stuart (2007) yaitu :
1.      Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur.
2.      Dapatkan persetujan tindakan.
3.      Pastikan status puasa pasien setelah tengah malam.
4.      Minta pasien untuk melepaskan perhiasan, jepit rambut, kaca mata, dan alat bantu pendengaran. Semua gigi palsu dilepaskan, tambahan gigi parsial dipertahankan.
5.      Pakaikan baju yang longgar dan nyaman.
6.      Kosongkan kandung kemih pasien.
7.      Berikan obat praterapi.
8.      Pastikan obat dan peralatan yang diperlakukan tersedia dan siap pakai.
9.      Bantu pelaksanaan ECT.
a.       Tenangkan pasien.
b.      Dokter atau ahli anastesi memberikan oksigen untuk menyiapkan pasien bila terjadi apnea karena relaksan otot.
c.       Berikan obat.
d.      Pasang spatel lidah yang diberi bantalan untuk melindungi gigi pasien.
e.       Pasang elektroda. Kemudian berikan syok.
10.  Pantau pasien selama masa pemulihan.
a.       Bantu pemberian oksigen dan pengisapan lendir sesuai kebutuhan.
b.      Pantau tanda-tanda vital.
c.       Setelah pernapasan pulih kembali, atur posisi miring pada pasien sampai sadar. Pertahankan jalan napas paten.
d.      Jika pasien berespon, orientasikan pasien.
e.       Ambulasikan pasien dengan bantuan, setelah  memeriksa adanya hipotensi postural.
f.       Izinkan pasien tidur sebentar jika diinginkannya.
g.      Berikan makanan ringan.
h.      Libatkan dalam aktivitas sehari-hari seperti biasa, orientasikan pasien sesuai kebutuhan.
i.        Tawarkan analgesik untuk sakit kepala jika diperlukan.
Sedangkan Prosedur ECT di RSJ Provinsi Bali yaitu  :
Persiapan :
1.      Cek Kelengkapan Alat :
a.       Cek tegangan listrik
b.      Cek sambungan kabel
c.       Cek fuse
d.      Cek tombol-tombol
e.       Cek fungsi
2.      Kerja
a.       Hubungkan alat ke sumber listrik
b.      Sambungkan kabel electrode ke alat ECT
c.       Berikan jeli pada permukaan electrode
d.      Tekan tombol ON untuk menghidupkan alat ECT
e.       Atur density dan intensity sesuai kebutuhan
f.       Tempelkan kedua electrode pada pelipis pasien
g.      Tekan tombol pada electrode dan tahan sampai proses selesai
h.      Bila alat ECT tidak digunakan lagi matikan alat
i.        Bersikan sisa jeli yang masih tersisa dipermukaan elekterode
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa prosedur terapi ECT di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Bali sudah sesuai dengan prosedut yang ada.
Adapun Efek Samping dari terapi ECT antaralain:
a.       Kematian, angka kematian yang disebabkan ECT adalah bervariasi antara 1-1.000 dan 1-10.000 pasien. Resiko ini sama dengan resiko karena pemberian anastesi umum. Kematian biasanya karena komplikasi kardiovaskuler.
b.      Efek sistemik, pada pasien dengan gangguan jantung, dapat terjadi aritmia jantung sementara. Aritmia ini terjadi karena bradikardia post ictal yang sementara dan dapat dicegah dengan peningkatan dosis  premedikasi anti kolinergik. Aritmia dapat juga terjadi karena  hiperaktifitas simpathetik sewaktu kejang atau saat pasien sadar kembali. Dilaporkan pula adanya reaksi toksis dan alergi terhadap obat yang digunakan untuk prosedur ECT premedikasi, tetapi frekwensinya sangat jarang.
c.       Efek cerebral, pada pemberian ECT bilateral dapat terjadi amnesia dan akut confusion.  Fungsi memori akan membaik kembali 1-6 bulan setelah ECT, tetapi ada pasien yang melaporkan tetap mengalami gangguan memori (Tomb, 2004).





1 komentar:

  1. POIN4D ADALAH SALAH SATU SITUS / BANDAR TOGEL ONLINE YANG AMAN DAN TERPERCAYA!
    BERGABUNG DAN BERMAIN DI POIN4D , ANDA BISA RASAKAN KEPUASAN DAN KENYAMANAAN NYA!
    RAIH DISCOUNT & PROMONYA SEKARANG JUGA!!! BURUAN DAFTAR KUNJUNGI SITUSNYA DISINI LINK :
    www•4DPOIN•com | www•4DPOIN•org | www•4DPOIN•net
    ➖6 PASARAN TOGEL➖
    📽️ LIVE DD48 DINDONG
    ☑ SYDNEY POOLS
    ☑ RAJA AMPAT POOLS
    ☑ SINGAPORE POOLS
    ☑ BALI POOLS
    ☑ IBIZA POOLS
    ☑ HONGKONG POOLS
    ➖➖HADIAH & DISCOUNT➖➖
    ⇲ LIVE DINDONG 48 BALL
    ⇲ BONUS CASHBACK UP 5%
    ⇲ BONUS PRIZE 2 & PRIZE 3
    ⇲ BONUS NEW MEMBER 10RB
    ⇲ BONUS REFFERAL 2%
    ⇲ BONUS LUCKY DRAW JP500RB
    ⇲ BBFS READY !
    Melayani support bank : BCA | MANDIRI | BNI | BRI
    Info Lebih lanjut silahkan Kunjungi website Kami
    Bertanya kepada CS yang bertugas ...
    ➖➖KONSULTASI➖➖
    ★Pin BBM2 : D1A279B6
    ★Whatsapp : +85598291698
    ★Facebook : OfficialPOIN4D
    ★IDLine : POIN4D
    🔘 KEPUASAN ANDA TUJUAN UTAMA KAMI!!!

    BalasHapus