Jumat, 21 Februari 2014

EFEKTIFITAS TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK : STIMULASI PERSEPSI SESI MENGHARDIK DAN SESI MELAKUKAN AKTIVITAS TERHADAP TINGKAT HALUSINASI PADA PASIEN SKIZOFRENIA Studi dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali Tahun 2013BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat dan sosial di Indonesia dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun, hal ini dapat mempengaruhi perkembangan seseorang baik fisik, internal dan emosional untuk tercapainya kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain dan masyarakat (Sulistyowati, 2007). Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan. Gangguan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Hawari, 2009). Masalah gangguan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO menyatakan tahun 2009, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia yang mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang didunia yang mengalami gangguan jiwa. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan jiwa, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Daerah Asia Tenggara, hampir 1/3 dari penduduk tahun 2011, pernah mengalami gangguan neuropsikiatri dengan tanda-tanda halusinasi dan perilaku kekerasan, sedangkan di Indonesia dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2011, diperkirakan sebanyak 264 jiwa dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan jiwa (Depkes RI, 2011). Suryani (2010) masyarakat Bali mengalami gangguan jiwa setiap tahunnya cenderung bertambah rata-rata 100-150 orang, dengan rata-rata penderita gangguan jiwa sekitar 11.675 orang. Berdasarkan data Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali selama tiga bulan terakhir, dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2012, rata-rata jumlah pasien di ruang rawat inap sebanyak 266 orang, 92% (245 orang) diantaranya skizofrenia dan dari 245 orang tersebut, sebanyak 86 orang (35%) dengan halusinasi, 52 orang (21%) dengan menarik diri, sebanyak 38 orang (15%) dengan harga diri rendah dan masalah lainnya sebesar 29%. Gangguan jiwa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu gangguan jiwa ringan (neurosa) dan gangguan jiwa berat (psikosis). Psikosis sebagai salah satu bentuk gangguan jiwa merupakan ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau mengenali realitas yang menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang untuk berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk psikosis yang sering dijumpai adalah skizofrenia, dengan gejala yang sangat menonjol dan paling sering dijumpai berupa halusinasi (Kaplan dan Sadock, 2003). Pasien skizofrenia diperkirakan lebih dari 90% mengalami halusinasi, yaitu gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Maramis, 2008). Pasien skizofrenia diperkirakan lebih 70% mengalami halusinasi auditorik, 20% halusinasi visual, 10% halusinasi pengecapan, taktil dan penciuman (Sulistyowati, 2007). Halusinasi yang terjadi pada pasien skizofrenia disebabkan karena ketidakmampuan pasien dalam menghadapi stressor dan kurangnya kemampuan dalam mengenal dan cara mengontrol halusinasi. Adanya ancaman terhadap kebutuhan akan menyebabkan seseorang akan berusaha menanggulangi ancaman tersebut dengan mengadakan adaptasi. Kemampuan untuk menghadapi stressor pada pasien gangguan jiwa sangat kurang disertai ketidakmampuan untuk mengadakan adaptasi, maka akan mengakibatkan terjadinya kekambuhan (Maramis, 2008). Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan Nopember 2012 sebagian besar pasien halusinasi mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain. Menurut Keliat (2010) adanya gangguan dalam berhubungan dengan orang lain akan mengakibatkan kurangnya kemampuan untuk mengungkapkan masalah yang mereka hadapi kepada orang lain. Pasien bila ada masalah cenderung akan memendamnya sendiri dan berusaha mencari solusi pemecahan dengan caranya sendiri, karena berperilaku menarik diri mereka biasanya akan mulai dengan memikirkan hal-hal yang menyenangkan bagi dirinya, apabila hal ini terus menerus berlangsung maka pasien akan mengalami gangguan dalam mempersepsikan stimulus yang dialami. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan, pasien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Pasien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan (Hawari, 2009). Dalam situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Aktifitas fisik merefleksi isi halusinasi seperti ; perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang (Videbeck, 2008). Penatalaksanaan pasien dengan perilaku halusinasi di RSJ Provinsi Bali selama ini lebih menekankan pada medikasi antipsikotik berupa pemberian obat-obat psikofarmaka dalam perbaikan klinis. Menurut Maramis (2008), medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia dengan gejala penyertanya. Penelitian Maramis (2008) menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis, seperti psikoterapi suportif individual atau kelompok. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan halusinasi diantaranya dengan membantu pasien mengenali halusinasinya, melatih pasien mengontrol halusinasinya, dengan cara: menghardik halusinasi, melatih bercakap-cakap dengan orang lain, melatih pasien beraktivitas secara terjadwal, dan melatih pasien menggunakan obat secara teratur (Keliat, 2010). Tindakan pengobatan (medis) yang dapat dilakukan kepada pasien dengan halusinasi yaitu pengobatan psikofarmaka dan terapi kejang listrik (Maramis, 2008). Salah satu terapi keperawatan jiwa yang dapat mendukung psikoterapi suportif pada pasien gangguan jiwa adalah Terapi Aktivitas Kelompok (TAK). TAK untuk mengatasi halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi. TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi adalah suatu bentuk terapi yang mengajarkan dan mempraktikkan kepada individu atau pasien dengan perilaku halusinasi agar mampu mengontrol halusinasinya. TAK stimulasi persepsi halusinasi, terdiri dari 5 sesi, yaitu sesi 1: mengenal halusinasi, sesi 2: mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi 3: mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, sesi 4: mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap, dan sesi 5: mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat (Keliat dan Akemat, 2005). Penelitian yang dilakukan Puter (2012), dengan judul penelitian pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi ihalusinasi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di Ruang Nakula dan Sahadewa RSJ Provinsi Bali, didapatkan hasil penelitian bahwa ada perbedaan kemampuan pasien mengontrol halusinasi setelah TAK stimulasi persepsi halusinasi pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p=0,007). Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memedulikan halusinasinya, sedangkan mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, dengan membimbing pasien membuat jadwal yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang yang sering kali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu (Keliat, 2010). TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi yang dilakukan dengan 5 sesi dan waktu yang lama, kadang-kadang menimbulkan kebosanan dari pasien dalam mengikuti kegiatan TAK dari awal sampai akhir sesi. Peneliti ingin mengetahui efektifitas antaraTAK timulasi persepsi halusinasi sesi 2: mengontrol halusinasi dengan menghardik, dan sesi 3: mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas untuk mengetahui efektivitas dari 2 cara mengontrol halusinasi tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektifitas TAK stimulasi persepsi sesi menghardik dan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimanakah efektifitas TAK stimulasi persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali tahun 2013. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui apakah ada perbedaan efektivitas TAK stimulasi persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia sebelum dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi menghardik tahun 2013. b. Mengidentifikasi tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia sebelum dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi melakukan akivitas tahun 2013. c. Mengidentifikasi tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi menghardik tahun 2013. d. Mengidentifikasi tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi melakukan akivitas tahun 2013. e. Menganalisis tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia sebelum dan setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi menghardik tahun 2013. f. Menganalisis tingkat halusinasi pada pasien skziofrenia sebelum dan setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi melakukan akivitas tahun 2013. g. Menganalisis perbedaan efektivitas TAK stimulasi persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali tahun 2013. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan bisa sebagai masukan bagi instansi pendidikan dalam pengembangan ilmu keperawatan jiwa, khususnya manfaat perbedaan efektivitas TAK stimulasi persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap perubahan gejala pada pasien halusinasi. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan alternatif untuk memberikan tindakan keperawatan pada pasien halusinasi dan memberikan informasi kepada perawat di RSJ Provinsi Bali tentang TAK sesi mana yang lebih efektif diantara sesi menghardik dan melakukan aktivitas untuk perubahan gejala pasien halusinasi sehingga nantinya dapat terfocus pada satu tindakan yang lebih efektif.



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Gangguan kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat dan sosial di Indonesia dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun, hal ini dapat mempengaruhi perkembangan seseorang baik fisik, internal dan emosional untuk tercapainya kemampuan menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain dan masyarakat (Sulistyowati, 2007). Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan. Gangguan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Hawari, 2009).
Masalah gangguan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO menyatakan tahun 2009, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia yang mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang didunia yang mengalami gangguan jiwa. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami gangguan jiwa, sekitar satu juta orang diantaranya meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya. Daerah Asia Tenggara, hampir 1/3  dari penduduk tahun 2011, pernah mengalami gangguan neuropsikiatri dengan tanda-tanda halusinasi dan perilaku kekerasan, sedangkan di Indonesia dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2011, diperkirakan sebanyak 264 jiwa dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan jiwa (Depkes RI, 2011). Suryani (2010) masyarakat Bali mengalami gangguan jiwa setiap tahunnya cenderung  bertambah rata-rata 100-150 orang, dengan rata-rata penderita gangguan jiwa sekitar 11.675 orang. Berdasarkan data Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali selama tiga bulan terakhir, dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2012, rata-rata jumlah pasien di ruang rawat inap sebanyak 266 orang, 92% (245 orang) diantaranya skizofrenia dan dari 245 orang tersebut, sebanyak 86 orang (35%) dengan halusinasi, 52 orang (21%) dengan menarik diri, sebanyak 38 orang (15%) dengan harga diri rendah dan masalah lainnya sebesar 29%.
Gangguan jiwa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu gangguan jiwa ringan (neurosa) dan gangguan jiwa berat (psikosis). Psikosis sebagai salah satu bentuk gangguan jiwa merupakan ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau mengenali realitas yang menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang untuk berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk psikosis yang sering dijumpai adalah skizofrenia, dengan gejala yang sangat menonjol dan paling sering dijumpai berupa halusinasi (Kaplan dan Sadock, 2003). Pasien skizofrenia diperkirakan lebih dari 90% mengalami halusinasi, yaitu gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Maramis, 2008). Pasien skizofrenia diperkirakan lebih 70% mengalami halusinasi auditorik, 20% halusinasi visual, 10% halusinasi pengecapan, taktil dan penciuman (Sulistyowati, 2007).
Halusinasi yang terjadi pada pasien skizofrenia disebabkan karena ketidakmampuan pasien dalam menghadapi stressor dan kurangnya kemampuan dalam mengenal dan cara mengontrol halusinasi. Adanya ancaman terhadap kebutuhan akan menyebabkan seseorang akan berusaha menanggulangi ancaman tersebut dengan mengadakan adaptasi. Kemampuan untuk menghadapi stressor pada pasien gangguan jiwa sangat kurang disertai ketidakmampuan untuk mengadakan adaptasi, maka akan mengakibatkan  terjadinya kekambuhan (Maramis, 2008).
Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan Nopember 2012 sebagian besar pasien halusinasi mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain. Menurut Keliat (2010) adanya gangguan dalam berhubungan dengan orang lain akan mengakibatkan kurangnya kemampuan untuk mengungkapkan masalah yang mereka hadapi kepada orang lain. Pasien bila ada masalah cenderung akan memendamnya sendiri dan berusaha mencari solusi pemecahan dengan caranya sendiri, karena berperilaku menarik diri mereka biasanya akan mulai dengan memikirkan hal-hal yang menyenangkan bagi dirinya, apabila hal ini terus menerus berlangsung maka pasien akan mengalami gangguan dalam mempersepsikan stimulus yang dialami.
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan, pasien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Pasien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan  (Hawari, 2009). Dalam situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Aktifitas fisik merefleksi isi halusinasi seperti ; perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang (Videbeck, 2008).
Penatalaksanaan pasien dengan perilaku halusinasi di RSJ Provinsi Bali selama ini lebih menekankan pada medikasi antipsikotik berupa pemberian obat-obat psikofarmaka dalam perbaikan klinis. Menurut Maramis (2008), medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia dengan gejala penyertanya. Penelitian Maramis (2008) menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis, seperti psikoterapi suportif individual atau kelompok. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan halusinasi diantaranya dengan membantu pasien mengenali halusinasinya, melatih pasien mengontrol halusinasinya, dengan cara: menghardik halusinasi, melatih bercakap-cakap dengan orang lain, melatih pasien beraktivitas secara terjadwal, dan melatih pasien menggunakan obat secara teratur (Keliat, 2010). Tindakan pengobatan (medis) yang dapat dilakukan kepada pasien dengan halusinasi yaitu pengobatan psikofarmaka dan terapi kejang listrik (Maramis, 2008). Salah satu terapi keperawatan jiwa yang dapat mendukung psikoterapi suportif pada pasien gangguan jiwa adalah Terapi Aktivitas Kelompok (TAK). TAK untuk mengatasi halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi.
TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi adalah suatu bentuk terapi yang mengajarkan dan mempraktikkan kepada individu atau pasien dengan perilaku halusinasi agar mampu mengontrol halusinasinya. TAK stimulasi persepsi halusinasi, terdiri dari 5 sesi, yaitu sesi 1: mengenal halusinasi, sesi 2: mengontrol halusinasi dengan menghardik, sesi 3: mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, sesi 4: mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap, dan sesi 5: mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat (Keliat dan Akemat, 2005).
Penelitian yang dilakukan Puter (2012), dengan judul penelitian pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi ihalusinasi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di Ruang Nakula dan Sahadewa RSJ Provinsi Bali, didapatkan hasil penelitian bahwa ada perbedaan kemampuan pasien mengontrol halusinasi setelah TAK stimulasi persepsi halusinasi pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p=0,007).
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memedulikan halusinasinya, sedangkan mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan, dengan membimbing pasien membuat jadwal yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang yang sering kali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu (Keliat, 2010).
TAK Stimulasi Persepsi Halusinasi yang dilakukan dengan 5 sesi dan waktu yang lama, kadang-kadang menimbulkan kebosanan dari pasien dalam mengikuti kegiatan TAK dari awal sampai akhir sesi. Peneliti ingin mengetahui efektifitas antaraTAK timulasi persepsi halusinasi sesi 2: mengontrol halusinasi dengan menghardik, dan sesi 3: mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas untuk mengetahui efektivitas dari 2 cara mengontrol halusinasi tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektifitas TAK stimulasi persepsi sesi menghardik dan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali.


B. Rumusan Masalah Penelitian
            Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: bagaimanakah efektifitas TAK stimulasi persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali tahun 2013.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
            Mengetahui apakah ada perbedaan efektivitas TAK stimulasi persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali tahun 2013.
2. Tujuan Khusus
a.    Mengidentifikasi tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia sebelum dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi menghardik tahun 2013.
b.    Mengidentifikasi tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia sebelum dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi melakukan akivitas tahun 2013.
c.    Mengidentifikasi tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi menghardik tahun 2013.
d.   Mengidentifikasi tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi melakukan akivitas tahun 2013.
e.    Menganalisis  tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia sebelum  dan setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi menghardik tahun 2013.
f.     Menganalisis tingkat halusinasi pada pasien skziofrenia sebelum dan setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi sesi melakukan akivitas tahun 2013.
g.    Menganalisis perbedaan efektivitas TAK stimulasi persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap tingkat halusinasi pada pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali tahun 2013.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
            Hasil penelitian ini diharapkan bisa sebagai masukan bagi instansi pendidikan dalam pengembangan ilmu keperawatan jiwa, khususnya manfaat  perbedaan efektivitas TAK stimulasi persepsi sesi menghardik dengan sesi melakukan aktivitas terhadap perubahan gejala pada pasien halusinasi.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan alternatif untuk memberikan tindakan keperawatan pada pasien halusinasi dan  memberikan informasi kepada perawat di RSJ Provinsi Bali tentang TAK sesi mana yang lebih efektif diantara sesi menghardik dan melakukan aktivitas untuk perubahan gejala pasien halusinasi sehingga nantinya dapat terfocus pada satu tindakan yang lebih efektif.

2 komentar:

  1. POIN4D ADALAH SALAH SATU SITUS / BANDAR TOGEL ONLINE YANG AMAN DAN TERPERCAYA!
    BERGABUNG DAN BERMAIN DI POIN4D , ANDA BISA RASAKAN KEPUASAN DAN KENYAMANAAN NYA!
    RAIH DISCOUNT & PROMONYA SEKARANG JUGA!!! BURUAN DAFTAR KUNJUNGI SITUSNYA DISINI LINK :
    www•4DPOIN•com | www•4DPOIN•org | www•4DPOIN•net
    ➖6 PASARAN TOGEL➖
    📽️ LIVE DD48 DINDONG
    ☑ SYDNEY POOLS
    ☑ RAJA AMPAT POOLS
    ☑ SINGAPORE POOLS
    ☑ BALI POOLS
    ☑ IBIZA POOLS
    ☑ HONGKONG POOLS
    ➖➖HADIAH & DISCOUNT➖➖
    ⇲ LIVE DINDONG 48 BALL
    ⇲ BONUS CASHBACK UP 5%
    ⇲ BONUS PRIZE 2 & PRIZE 3
    ⇲ BONUS NEW MEMBER 10RB
    ⇲ BONUS REFFERAL 2%
    ⇲ BONUS LUCKY DRAW JP500RB
    ⇲ BBFS READY !
    Melayani support bank : BCA | MANDIRI | BNI | BRI
    Info Lebih lanjut silahkan Kunjungi website Kami
    Bertanya kepada CS yang bertugas ...
    ➖➖KONSULTASI➖➖
    ★Pin BBM2 : D1A279B6
    ★Whatsapp : +85598291698
    ★Facebook : OfficialPOIN4D
    ★IDLine : POIN4D
    🔘 KEPUASAN ANDA TUJUAN UTAMA KAMI!!!

    BalasHapus